Macam-Macam
Pola Asuh Orang Tua
Terdapat
beberapa jenis pola asuh. Seorang ahli pola asuh terkemuka, Diana Baumrind
menyatakan bahwa, terdapat empat jenis atau bentuk utama gaya pengasuhan
diantaranya:
a.Pola
Asuh Otoritarian (Authoritarian Parenting Style)
Pola asuh
ini bersifat membatasi dan menghukum, mendesak anak untuk mengikuti kata
orangtua mereka, harus hormat pada orangtua mereka, memiliki tingkat kekakuan (strictness)
yang tinggi, dan memiliki intensitas komunikasi yang sedikit. Diana Baumrind
menyatakan bahwa anak yang dididik secara otoritarian ini memiliki sikap yang
kurang kompeten secara sosial, keterampilan
komunikasi
yang buruk, dan takut akan perbandingan social Dengan gaya otoritarian seperti ini
anak dimungkinkan memberontak karena tidak terima atau bosan dengan
pengekangan. Karena remaja cenderung ingin mencari tahu tanpa mau dibatasi.
Dengan pola asuh ini, probabilitas mu
nculnya
perilaku menyimpang pada remaja menjadi semakin besar.
b. Pola
Asuh Otoritatif (Authoritatve Parenting Style)
Menurut
Chadler pola asuh ini memiliki karakteristik berupa intensitas tinggi akan
kasih sayang, keterlibatan orang tua, tingkat kepekaan orangtua terhadap anak,
nalar, serta mendorong pada kemandirian. Orang tua yang menerapkan pola asuh
seperti ini memiliki sifat yang sangat demokratis, memberikan kebebasan kepada
anak tetapi tetap memberi batasan untuk meng arahkan anak menentukan keputusan
yang tepat dalam hidupnya. Anak yang di didik dengan pola asuh ini memiliki
tingkat kompetensi sosial yang tinggi, percaya diri, memiliki kemampuan berkomunikasi
yang baik, akrab dengan teman sebaya mereka, dan mengetahui konsep harga diri
yang tinggi. Sehinnga diana Baumrind, pencetus teori ini, sangat mendukung
sekali penerapan pola asuh ini di rumah. Karakteristik pola asuh ini dapat
mengimbangi rasa keingintahuan remaja. Sehingga proses anak dalam menimbulkan
perilaku tindakan antisosial cenderung bisa dibatasi. Karena walaupun anak dibebaskan,
orang tua tetap terlibat dengan memberi batasan berupa peraturan yang tegas.
c.Pola
Asuh Mengabaikan (Neglectful Parenting Style)
Pola asuh
ini bercirikan orangtua yang tidak terlibat dalam kehidupan anak karena
cenderung lalai. Urusan anak dianggap oleh orangtua sebagai bukan urusan mereka
atau orang tua menganggap urusan sanganak tidak lebih penting dari urusan
mereka. Diana Baumrind menyatakan anak yang diasuh dengan gaya seperti ini
cenderung kurang cakap secara sosial, m
emiliki
kemampuan pengendalian diri yang buruk, tidak memiliki kemand irian diri yang
baik, dan tidak bermotivasi untuk berprestasi. Dalam konteks ini timbulnya
perilaku penyimpangan oleh remaja, pola asuh seperti ini men ghasilkan
anak-anak yang cenderung memiliki frekuensi tinggi dalam melakukan tindakan
anti sosial. Karena mereka tidak biasa untuk diatur sehingga apa yang mereka
mau lakukan, mereka akan lakukan tanpa mau dilarang oleh siapapun.
d.Pola
Asuh Memanjakan (Indulgent Parenting Style)
Menurut
Diana Baumrind, Pola asuh seperti ini membuat orang tua menjadi sangat terlibat
dengan anak-anak mereka. Mereka menuruti semua kemauan anak mereka, dan sangat
jarang membatasi perilaku anak mereka. Anak yang dihasilkan dengan pola asuh
seperti ini, merup
akan
anak-anak yang sulit untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri, karena terbiasa
untuk dimanja. Anak-anak ini dapat seenaknya untuk melakukan tinda kan perilaku
menyimpang,
karena
terbiasa dengan sistem “apa saja dibolehkan”. Sehingga kemungkinan timbul dan
terulangnya perilaku menyimpang menjadi sangat besar. Sedangkan menurut Menurut
Pudjibudo yang dikutip oleh Balson, ada tiga macam pola asuh yang selama ini
digunakan oleh masy
arakat
yaitu :
1.Pola
Asuh Koersif : tertib tanpa kebebasan
Pola Asuh
koersif hanya mengenal Hukuman dan Pujian dalam berinteraksi dengan anak.
Pujian akan diberikan ketika anak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan
orang tua. Sedangkan hukuman akan diberikan ketika anak tidak melakukan yang
sesuai dengan keinginan orang tua. Akibat penerapan pola asuh koersif ini akan
muncul empat tujuan anak berperilaku negatif yakni : Mencari perhatian, Unjuk
kekuasaan , Pembalasan dan Penarikan diri. Ketika seorang anak dipaksa untuk
melakukan perbuatan yang sesuai dengan keinginan orang tua dan dengan cara yang
dikehendaki oleh orang tua maka anak akan kembali menuntut orang tuanya untuk memberikan
perhatian atau pujian kepadanya. Sebaliknya jika anak tidak dapat memenuhi
tuntutan orang tuanya maka dia akan merasa hidupnya tidak berharga maka dia
akan menarik dirinya dari kehidupan. Pada saat orang tua menghukum anak karena
anak tidak mematuhi keinginannya maka anak akan belajar untuk mencari kekuasaan
karena dia merasakan bahwa karena dia tidak memiliki kekuasaanlah dia jadi
terhina, jika dia tidak mendapatkan kekuasaan tersebut maka dia akan
menanti-nanti saat ang tepat baginya untuk membalasi semua perilaku tak enak
yang dia terima selama ini. Orang tua yang koersif beranggapan bahwa mereka dapat
merubah perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut dengan
cara mencongkel perilaku itu lalu menggantikannya denganperilaku yang mereka kehendaki
tanpa memperdulikan perasaan anaknya.
2.Pola
Asuh Permisif : bebas tanpa ketertiban.
Pola asuh
ini muncul karena adanya kesenjangan atas pola asuh. Orang tua merasa bahwa
pola asuh koersif tidak sesuai dengan kebutuhan fitrah manusia, sebagai
pengambil keputusan yang aktif, penuh arti dan berorientasi pada tujuan dan
memiliki derajat kebebasan untuk menentukan perilakunya sendiri. Namun disisi
lain orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap putra putri
mereka, sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak-anak mereka
kepada masyarakat dan media masa yang ada. Sambil berharap suatu saat akan
terjadi keajaiban yang datang untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi
pribadi yang sole
h dan
sholehah. Di satu sisi orang tua tidak tahu apa yang baik untuk anaknya, disisi
yang lain anak menafsirkan ketidak berdayaan orang tua mereka dengan orang tua yang
tidak punya pengharapan terhadap mereka. Hasil dari pola asuh permisif ini biasanya
anak akan menjadi impulsif, tidak patuh, menja, kurang mandiri, mau menang sendiri,
kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial, akibatnya anak akan
terjebak kepada gaya hidup yang serba boleh persis tepat dan sesuai dengan pola
yang berlaku pada masyarakat tempat dia dibesarkan saat ini. Di satu
sisi orang tua akan selalu menanggung semua akibat perilaku anaknya tanpa mereka
sendiri menyadari hal ini.
3.Pola
Asuh Dialogis : tertib dengan kebebasan.
Pola Asuh
ini datang sebagai jawaban atas ketiadaan nya pola asuh yang sesuai dengan
fitrah penciptaan manusia . Dia merup akan pola asuh yang diwajibkan oleh Allah
swt terhadap para utusannya. Berpijak kepada dorongan dan konsekuensi dalam
membangun dan memelihara fitr ah anak. orang tua menyadari bahwa anak adalah
amanah Allah SWT pada mereka dia merupakan makhluk yang aktif dan dinamis.
Aktivitas mereka bertujuan agar mereka dapat diakui keberadaannya, diterima
kontribusinya, dicintai dan dimiliki oleh keluarganya. Dalam memperbaiki
kesalahan anak, orang tua menyadari bahwa kesalah itu muncul karena mereka belum
terampil dalam melakukan kebaikan, sehingga mereka akan mencoba untuk membangun
ketrampilan tersebut dengan berpijak kepada kelebihan yang anak miliki, lalu
mencoba untuk memperkecil hambatan yang membuat anak berkecil hati untuk
memulai kegiatan yang akan menghantarkan mereka kepada kebaikan tersebut. Kemudian
orang tua juga akan berusaha menerima keadaan anak apa adanya tanpa membanding-bandingkan
mereka dengan orang lain bahkan saudara kandung mereka sendiri, atau teman
bermainnya. Orang tua akan membiasakan d
iri
berdialog dengan anak dalam menemani tumbuh kembang anak mereka. setiap kali
ada persoalan anak dilatih untuk mencari akar persoalan, lalu diarahkan untuk
ikut menyelesaikan secara bersama. Dengan demikian anak akan
merasakan bahwa hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan
merujuk kepada orang tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya.
Yang berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk mengantisipasi bahaya
yang mengintai kehidupan anak-anak setiap saat. Selain itu orang tua yang
dialogis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara
logis dalam setiap tindakannya. sehingga anak akan menghindari keburukan karena
diasendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang
tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar